Berjuta masyarakat Indonesia seakan terhipnotis dengan tayangan ini. Pantas saja jika sinetron ini terus diputar bergantian di berbagai stasiun televisi. Bahkan, tidak puas dengan satu versi, sinetron tersebut dibuat hingga enam versi.
Rano Karno adalah sutradara sekaligus pemain dalam sinetron ini. Dia sengaja membuat sinetron dengan tujuan untuk mengangkat citra betawi yang selama ini buruk. Sejak saat itulah nama Rano Karno kembali berkibar. Sebelumnya, Rano juga berakting dalam film Si Doel Anak Betawi (1972) karya Sjumandjaja yang diangkat dari cerita aman Datoek Madjoindo. Sejak saat itu, cikal bakal kesuksesan Rano di dunia perfilman kian bersinar.
Padahal, pemeran pemilik tahi lalat di dagu kiri ini mengaku, perjalanan membuat sinetron tidak semudah yang dibayangkan. Berbagai penolakan kerap menjadi santapan artis kawakan ini.
"Namun, saat saya diberikan kesempatan untuk membuktikan diri, tidak akan saya sia-siakan. Akhirnya, setelah kita bisa membuktikan, orang baru percaya bahwa kita bisa melakukannya. Itu adalah hal yang lumrah dalam dunia perfilman," ungkap penerima penghargaan Tokoh Televisi 1995 ini.
Pria kelahiran 8 Oktober 1960 ini mengaku bangga atas prestasi yang diraihnya. Bahkan, dengan terjun di dunia sinema membuat dirinya mengerti bahwa ini adalah jalan hidup yang harus dijalaninya.
"Sehingga, saya harus terus meyakinkan diri untuk mencintai pekerjaan ini. Kalau tidak ada kecintaan di dunia film ini, saya yakin tidak akan bertahan lama," ujar pemain terbaik FFI 1980 ini.
Selama 37 tahun bergelut dalam dunia keartisan, banyak suka maupun duka yang dialami Rano. Namun, pengalaman yang berkesan baginya adalah bisa mengenal artis-artis senior yang dahulu berjaya.
"Saya bisa bermain dengan Bing Slamet, Pak Kuncung, Mak Uwok. Bahkan, bisa mendapat pengalaman berharga dari sutradara terbaik seperti Sjumandjaja. Hal itulah yang tidak bisa saya lupakan, mereka adalah guru dalam hidup saya,"kenang Direktur Utama PT Karnos Film ini.
Maraknya peredaran film maupun sinetron yang tidak sesuai dengan budaya timur, membuat mantan anggota MPR tahun 2002-2007 ini geleng kepala. Dia mengaku sangat prihatin dengan perkembangan perfilman sekarang ini.
"Beberapa waktu lalu saya ke Bandung. Kemudian ada seorang bertanya kepada saya. Bang, apakah anak-anak sekolah di Jakarta seperti di film atau sinetron? Saya jadi sedih, kita harus punya tanggung jawab atas tontonan yang kita tampilkan,"cetus pemain Anak terbaik FFI tahun 1974.
Rano berpesan, dalam dunia seni tidak cukup hanya dengan bermodal ganteng, cakep, seksi. Namun, bagaimana seseorang dapat menggali potensi-potensi yang selama ini terpendam.
"Kalau memang ingin menekuni dunia peran, maka belajarlah untuk berakting. Dengan mengikuti kelas drama ataupun kelas acting, andaikan ingin lebih memperdalam lagi bisa belajar sinematografi. Belajar bagaimana angel (sudut-sudut) mana yang bagus, memahami kamera yang bagus apa yang digunakan. Ini penting untuk diketahui," tukasnya.
Kesuksesan Tidak Membuat Rano Gelap Mata
Walaupun Rano telah menjadi seorang yang cukup dikenal dan memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu, namun ia tidak ingin memanfaatkan itu. Dalam kebijakan keluarga, Rano mengaku telah memberikan kebebasan untuk buah hatinya memilih yang terbaik.
"Ibarat kata, saya mempunyai capital dan capability. Saya tidak mau anak saya menjadi seperti saya. Kalau memang saya lihat dia tidak berbakat di dunia seperti yang saya tekuni tidak akan saya paksakan," tandas bapak dua bersaudara ini.
Dia mengakui, kesibukannya dalam seni peran kadang telah menyita waktu dan pikiran. Namun, Rano tidak takut untuk menjalani kehidupan karena ada wanita cantik yang selalu mendampingi dan mengerti karakternya.
Dewi Indriati, wanita yang setia mendampingi Rano dalam mengisi waktunya, ditambah dengan sang buah hati Raka Widyarma dan Deantri Rakasiwi, membuat kehidupan Rano kian lengkap. Sadar dengan pekerjaan yang tidak tetap, Rano selalu berusaha untuk memberikan yang terbaik bagi kedua belahan jiwanya.
"'Faktor iman akan menjadi sebuah kekuatan bagi mereka menghadapi tantangan itu,'' papar artis era 70-an ini.
Dia menambahkan, agar anak-anak mendapat pendidikan agama yang memadai, Rano dan Dewi Indriati sengaja memilih menyekolahkan mereka di sekolah Islam. "Untuk lebih memperkuat ilmu agama, kita juga mengundang guru mengaji ke rumahnya," tandasnya.
BIOGRAFI
Nama : Rano Karno
Tempat/ Tgl Lahir : Jakarta, 8 Oktober 1960
Agama : Islam
Alamat : Jalan Karang Sari VII, Lebak Bulus-Jakarta Selatan
Nama Ayah : Alm. Sukarno M Noor
Nama Ibu : Istriati Rawumali
Jumlah Keluarga :
1. Rubby Karno
2. Alm. Tino Karno
3. Rano Karno
4. Santy Karno
5. Suty Karno
6. M Nurly Karno
Nama Isteri : Dewi Indriati
Nama Anak : Raka Widyarma dan Deanti Rakasiwi
Pekerjaan : Aktor/ Wiraswasta dan Dirut PT Karnos Film
Penghargaan Film :
- Pemain Anak Terbaik FFI 1974 (Surabaya) dalam Film "Rio Anakku
- Pemain Anak Terbaik Asia Pasisfik FFA 1974 (Taiwan) dalam Film "Dimana Kau Ibu
- Pemain Terbaik FFI 1980 (Jakarta) dalam Film Taksi
- Tokoh Televisi 1995
- Sutradara Terbaik
- Pemain Terbaik
- Sinetron Terbaik "Si Doel Anak Sekolahan
- Anggota MPR Periode 1997-2002
- Duta Besar UNICEF untuk Indonesia Tahun 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar