Sabtu, 07 November 2009

JUARA LT V 2007


Lebih dari 600 Pramuka Penggalang (11-15 tahun) dari seluruh Indonesia, berkumpul di Bumi Perkemahan Pramuka Wiladatika, Cibubur, Jakarta Timur, pekan lalu. Mereka adalah wakil-wakil dari 33 provinsi di Indonesia yang mengikuti Lomba Regu Pramuka Penggalang Tingkat Nasional atau tingkat V (LT-V). Setiap provinsi mengirimkan 1 regu putra dan 1 regu putri terbaiknya. Dalam lomba ini, regu putra dilombakan terpisah dengan regu putri.Satu regu terdiri dari 10 orang Pramuka Penggalang.

LT-V merupakan puncak dari lomba yang diadakan berjenjang mulai dari LT-I di tingkat Gugusdepan Pramuka (biasanya berpangkalan di sekolah atau di suatu RT/RW). Regu pemenang LT-I kemudian ikut berlomba di LT-II yang diadakan di tingkat Kwartir Ranting atau kecamatan. Pemenang LT-II berlomba lagi di LT-III yang diselenggarakan di tingkat Kwartir Cabang atau kotamadya/kabupaten. Selanjutnya, pemenang LT-III akan berlomba di tingkat Kwartir Daerah atau provinsi dalam LT-IV. Regu pemenang LT-IV itulah diikutsertakan dalam LT-V.

Selama sepekan, regu-regu itu mengikuti beragam kegiatan lomba. Mulai dari kegiatan memasak makanan khas daerah dari provinsi yang diwakilinya, semboyan dan isyarat baik melalui morse, semaphore, dan lainnya, kompas, peta topografi, peta panorama, mengenal tanaman, teknologi informasi (termasuk pengetahuan komputer), pentas saeni sampai bakti masyarakat dan sebagainya. Selain di Cibubur, regu-regu peserta juga mengadakan lomba di Bumi Perkemahan Bekasi, Jawa Barat. Di sana, regu-regu peserta lomba mengadakan penjelajahan, termasuk mempraktikkan kemampuan bertahan hidup (survival) di alam terbuka. Misalnya, bagaimana berkemah dengan peralatan sederhana dan seadannya, memasak makanan dengan peralatan masak yang terbatas, dan sebagainya.

Sebagaimana umumnya suatu lomba, tentu saja dewan juri harus melakukan penilaian dengan teliti. Namun, tak jarang, hasil penilaian mungkin saja, masih mengandung unsur subjektivitas seorang juri. Apalagi kalau lomba yang sifatnya tak terukur, seperti memilih makanan terbaik dari sekian banyak makanan yang ada, menilai gerakan dan teriakan saat regu-regu meneriakkan yel regu dan sebagainya.

Bahkan pada lomba yang penilaiannya terukur pun, seperti mengirim kalimat dengan isyarat morse atau semaphore, terkadang masih saja ada unsur subyektivitas dalam penilaian. Misalnya, menyangkut cara dan sikap mengirim isyarat dengan bendera semaphore, dan sebagainya.

Dalam lomba selalu ada yang menang dan ada yang kalah. Terkadang pula terdapat penilaian yang tidak sempurna. Walaupun demikian, sudah sepantasnya hasil lomba diterima dengan lapang dada. Tak perlu meniru sikap seorang pembina dari salah satu provinsi yang menolak hasil lomba dengan berteriak di lapangan. Sementara adik-adik Pramuka Penggalang bergembira dalam suasana kompetisi, kok seolah-olah orang dewasa yang menjadi Pembina Pramuka, malah terkesan kurang puas?

Panitia dan dewan juri LT-V memang bukan yang terhebat dan terbaik. Namun, paling tidak harus diakui, mereka sudah berusaha sebaik mungkin. Penulis sendiri tidak masuk ke dalam kepanitiaan di bidang apa pun, tetapi mencoba menghormati keputusan yang telah dihasilkan dengan menetapkan tiga regu putra dan tiga regu putri sebagai yang terbaik.

Mereka adalah untuk kelompok putra: Regu Beprestasi Tinggi (Juara I) Lampung, Regu Beprestasi Baik (Juara II) Jawa Barat, dan Regu Berprestasi Cukup (Juara III) DI Yogyakarta. Sedangkan di kelompok putri: Regu Berprestasi Tinggi Jawa Barat, Regu Berprestasi Baik Jawa Tengah, dan Regu Berprestasi Cukup DKI Jakarta.

Selamat untuk yang berhasil, dan bagi yang belum berhasil, jangan putus asa. Bukankah ada ungkapan, "Kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda". Jadi, berusaha lebih baik lagi di masa mendatang. Mungkin tidak lagi dalam lomba seperti LT-V, tetapi teruslah berusaha dalam berbagai kompetisi lainnya.

PKA: “Gontor Meletakkan Dasar Peradaban Dunia”


PKA: “Gontor Meletakkan Dasar Peradaban Dunia”
GONTOR—Tanpa mengurangi kekhidmatan, gegap-gempita Apel Tahunan Pekan Perkenalan Khutbatu-l-‘Arsy (PKA) tahun ini, Ahad (1/11) pagi, sungguh tidak kalah dengan tahun-tahun sebelumnya, benar-benar sangat menggugah dan mengagumkan dengan penampilan-penampilan yang atraktif, kreatif, variatif dan dinamis. Demikianlah pernyataan para asatidz dan santri yang hadir dalam acara tersebut. Bahkan, ada sebagian dari mereka yang sampai menitikkan air mata terharu menyaksikan kesungguhan santri dan ustadz-ustadz dalam menyukseskan acara yang dihadiri seluruh Keluarga Besar Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) tersebut. Sampai-sampai, K.H. Sutadji Tajuddin, salah satu anggota Badan Wakaf PMDG, terlihat menangis bahagia melihat prestasi Gontor saat ini.

“Gontor Meletakkan Dasar Peradaban Dunia”, benarlah adanya tema PKA tahun ini. Gontor terus melangkah membangun tradisi baru dunia pesantren yang penuh dengan dinamika kehidupan dimana santri-santrinya berasal dari berbagai daerah dan budaya yang berbeda. Akan tetapi Gontor mempertemukan dan mengikatnya menjadi satu untuk membentuk sebuah peradaban Islam yang dinamis. Mereka mempunyai jiwa yang sama dengan asas-asas keikhlasan, kesederhanaan, berdikari, ukhuwwah islamiyah dan kebebasan dalam menentukan masa depan.

Turut hadir dalam acara yang berlangsung di Lapangan Hijau PMDG ini beberapa perangkat Badan Wakaf PMDG yang lain, yaitu Drs. K.H. Kafrawi Ridwan, M.A., K.H. Abdullah Said Baharmus, Lc., Drs. K.H. Rusydi Bey Fannanie dan K.H. Masruh Ahmad, M.A. MBA. Mereka dapat mengikuti Apel Tahunan PKA setelah selesainya Sidang Badan Wakaf ke-62, Sabtu (31/10) kemarin.

Setelah K.H. Syamsul Hadi Abdan, S.Ag. selaku inspektur upacara menyampaikan amanat, Apel Tahunan dilanjutkan dengan parade barisan yang dimulai dengan penampilan Marching Band Gema Nada Darussalam (MBGND), penampilan Reog Ponorogo, Ondel Ondel, Singa Depok dan Tari Bhinneka Tunggal Ika. Adapun barisan-barisan yang tampil mencakup barisan Persatuan Bela Diri Darussalam (Perbeda), Persatuan Senam Darussalam (Persada), Darussalam Body Building Gymnasium (DBBG), barisan umroh, barisan seragam ke masjid, barisan seragam muhadharoh, barisan kaos rayon, barisan kaos klub olahraga, barisan pembawa maket yang disusul dengan barisan Gontor 2 yang terdiri dari pembawa maket Gontor 2, barisan sunatan massal dan barisan pertamanan.

Setiap barisan yang tampil memperkenalkan kepada seluruh santri segala hal berkaitan dengan aktivitas mereka di pondok sehari-hari. Demikianlah yang akan mereka temukan dalam totalitas kehidupan di Gontor. Selanjutnya adalah barisan mobil dan motor hias, barisan sepeda hias, hasil kreasi siswa kelas 6 yang diiringi barisan Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra), kemudian barisan kontingen LP3 XXII, barisan mahasiswa ISID, guru-guru baru Kulliyatu-l-Mu’allimin Al-Islamiyah (KMI), santri-santri Gontor 2 dan siswa-siswa kelas 6 KMI.

Sesudah barisan siswa kelas 6 KMI, barulah giliran barisan seluruh konsulat yang ada di PMDG. Jumlahnya mencapai 37 konsulat meliputi konsulat Luar Negeri, Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bangka Belitung, Palembang, Bengkulu, Lampung, Bogor, Banten, Bekasi, Priangan, Cirebon, DKI Jakarta, Pekalongan, Banyumas, Semarang, Pati, Magelang, Surakarta-Yogyakarta, Madiun, Ponorogo, Bojonegoro, Jombang, Kediri, Blitar, Gresik, Surabaya, Madura, Malang, Pasuruan, Besuki, Bali-Nusa Tenggara (Banustra), Kalimantan dan Sulawesi-Maluku-Papua (Sumalia).

Acara PKA di atas berlanjut di Balai Pertemuan Pondok Modern (BPPM) yang berlangsung dalam empat babak. Pada babak pertama, Dr. K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, M.A. menjelaskan tentang kepondokmodernan berkenaan dengan jiwa dan filsafat PMDG, demikian halnya pada babak kedua, Ahad (1/11) malam. Sedangkan pada babak ketiga, Senin (2/11) pagi, K.H. Hasan Abdullah Sahal menyampaikan berbagai hal terkait masa depan pondok, kedudukan pondok di masyarakat, sikap pondok terhadap pihak lain dan status wakaf PMDG. Di lain pihak, K.H. Syamsul Hadi Abdan, S.Ag. memberikan penjelasan tentang KMI kepada seluruh hadirin.

Adapun pada babak keempat, Senin (2/11) malam, babak terakhir dalam PKA, Dr. K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, M.A. berbicara kembali tentang kepondokmodernan sekaligus menyebutkan prestasi-prestasi yang telah dicapai Gontor selama 10 tahun terakhir. Di samping itu, bangunan-bangunan baru di PMDG dan cabang-cabangnya diperlihatkan untuk menunjukkan kemajuan pondok dalam berbagai segi. Bangunan-bangunan tersebut dibangun sesuai dengan kebutuhan yang ada. Artinya, dengan jumlah santri yang semakin bertambah, PMDG dituntut untuk menambah asrama dan gedung baru untuk kebutuhan santri-santri yang ada. Demikianlah, santri diharapkan semakin mengenal dan memahami pondok mereka tercinta. Bukan hanya santri, ustadz-ustadz pun demikian pula. Maka, esoknya, Selasa (3/11) pagi, seluruh santri diwajibkan membaca buku PKA di kelas masing-masing dengan dibimbing ustadz-ustadz yang telah ditentukan.

GOOGLE SERVICE

VIDEO